Jumat, 16 Mei 2014

SEBUAH NOVEL 3



 DADDY'S LITTLE  HEROES

Pria berperawakan tinggi bertubuh tidak terlalu berisi bahkan nyaris seperti tubuh wanita itu, berjalan tenang masuk ke dalam bar. Melambaikan tangannya kearah siapapun yang memanggil namanya. Menebarkan senyum manis seperti malaikat kepada setiap wanita yang terkagum akan pesona dan kilauan hartanya. Dentuman musik keras di bar malam itu kembali menyambut kehadirannya. Si tuan flamboyan yang tiap malam menghabiskan uang di meja perjudian atau sekedar untuk membeli minuman keras dan mabuk. Asal, jangan kalian tawarkan ribuan pelacur kepadanya! Dia bukan tipe bajingan seperti itu. Dia adalah anak yang paling menyayangi ibunya. Sayang, cintanya terhadap sang ibu tidak mampu meredam sifat bajingan yang melekat dalam jiwanya.

Namanya Lee Taemin. Kalian bisa memanggilnya si Pangeran Brengsek, begitulah julukan yang diberikan teman-teman bar nya. Ia tidak merasa keberatan, toh ia memang membenarkan bahwa ia adalah pria berwajah malaikat namun berhati brengsek. Pewaris tunggal Lee Coorporation, sekarang kita bisa tau dari mana ia mendapatkan mobil hitam mewah dan dompet tebal yang selalu mengiringi kepergiannya.
Bukan tanpa sebab ia menghabiskan malamnya dikelilingi hingar bingar pesta seperti saat ini, namun kesepian yang menuntunnya. Sang ayah, si pemilik perusaah Lee Coorporation yang bernama Lee Onew selalu pulang larut malam atau bahkan tidak pulang selama seminggu. Tuntutan pekerjaan katanya, tapi hal itu cukup membuat Taemin kehilangan rasa hormat terhadap sosok ayah yang dulu pernah disayanginya. Ia sudah terbiasa menemani sang ibu yang sakit-sakitan dirumah. Dan tentunya hal ini membuat Taemin jengah. Ia bosan dan kecewa kepada sosok ayah yang kurang memperhatikannya, dan pesta serta keramaian di bar lah yang menjadi penghiburnya.
“Yah! Taemin!” Sapa Choi Minho, pria dengan mata bulat besar yang menyambut kehadirannya.
“Ah, hyung. Sudah lama?”
“Lumayan. Hahahah! Hey, siap berpesta?!” Minho mengedipkan sebelah matanya. Flaming charismanya sejak dulu sampai sekarang memang tidak pernah berubah, dan selalu berhasil membuat lutut wanita lemas tak berdaya.
Jika Minho sudah memberi isyarat seperti ini, itu artinya pertunjukan akan segera dimulai. Pertunjukan apa? Yah, apa lagi kalau bukan kolaborasi dance mereka yang sudah dinantikan seluruh pasang mata yang ada di bar.
Taemin dan Minho mulai meluncur kelantai dansa bar. Memamerkan kebolehan mereka dalam seni menari, liukan tubuh keduanya begitu serasi dan dinamis. Mata keduanya yang begitu tajam, menyoroti seluruh pasang mata yang memandang kagum pada tarian mereka. Mereka begitu bersinar ditengah keremangan suasana bar. Taemin dengan tubuh semampai dan wajah yang manis berkolaborasi apik dengan Minho si tampan yang bertubuh atletis.
Sayang, penampilan mereka yang memukau harus terusik oleh kehadiran berandal yang entah darimana. Bertubuh tidak terlalu atletis dengan pakaian kemeja putih dan celana jeans panjang. Siapalagi kalau bukan Kyuhyun! tiba-tiba berandal tampan itu menghentikan tarian Taemin.
“Kau Taemin?”
Seketika riuhan sorak sorai pengunjung bar terhenti. Pandangan mereka tertuju pada sosok Taemin dan si berandal yang saling behadapan sinis.
“Ya. Ada urusan apa?”
“Beraninya kau membuat kekasihku memutuskanku!”
Berandal itu tersenyum sinis dan menghujamkan bogem mentah ke wajah Taemin. Taemin langsung tersungkur dengan pandangan seluruh pengunjung tertuju padanya. Taemin si pemuda kaya nan angkuh mana bisa terima di perlakukan rendah seperti ini.
Segera Taemin bangkit, mengelap sepercik darah dari arah mulutnya dan langsung menghajar si berandal. Adu jotos pun tidak terelakan. Tidak ada dari masing-masing belah pihak yang berniat untuk menghentikan pertikaian. Semakin lama adu tinju semakin tak terkendali. Minho yang berusaha untuk melerai pun harus rela terdorong dari arena pertempuran.
Jangan pernah sekalipun meremehkan Taemin, meskipun posturnya bak pragawati namun kekuatannya seperti iblis yang haus mangsa jika sudah berkelahi. Peretempuran semakin seru, babak belur sudah tercetak rapi di guratan mwajah mereka. Darah segar mengalir pasrah dari hidung si berandal Kyuhyun.
“Aku tidak mengenalmu. Tapi jika mau bertengkar, aku akan menghabisimu.” Ucap Taemin sambil tersenyum manis kepada lawannya. Siapa sangka senyum manis bak malaikat dongeng itu dapat membawa segudang ancaman.
Bogem mentah terakhir terarah dari Taemin. Seketika itu juga berandal yang menjadi lawannya jatuh tersungkur dan tak sadarkan diri. Belum sempat Taemin memamerkan kemenangannya. Puluhan pasang mata langsung dibuat kaget oleh kedatangan segerombol polisi yang langsung mengamankan lokasi dan memborgol tangan Taemin.
Kaget? Tentu saja tidak! Ini sudah kesekian kalinya Taemin berurusan dengan kantor polisi. Entah berapa malam yang pernah ia habiskan dalam dinginnya sel tahanan. Sebelum pasrah diangkut oleh pihak yang berwajib, Taemin meluncurkan ludahnya kearah si brandal Kyuhyun yang telah tersungkur tidak berdaya. Benar-benar Pangeran Brengsek.
Malam itu, untuk kesekian kalinya Taemin berakhir dikantor polisi, dengan segudang pertanyaan yang menginterogasinya. Beruntung, para polisi tidak kehabisan kesabaran untuk menghadapi si brengsek ini. Taemin sebenarnya hanya tinggal menunggu pengacara dan pelayannya datang untuk menebusnya. Makanya, wajah Taemin terlihat begitu tenang.
Hanya butuh waktu 1 jam, pelayan Jung yang telah sekian tahun bekerja untuk keluarga Lee datang bersama seorang pengacara pribadi Taemin yang segera mengurus proses penebusan Taemin.
“Tuan muda, biarkan pengacara Kang yang mengurus. Sebaiknya tuan muda ikut saya.” Inta sosok wanita tua yang biasa disebutnya sebagai pelayan Jung.
“Ada apa?”
“Biar saya jelaskan nanti.”
“Katakan padaku.”
“I…itu… se… sebenarnya…”
“Cepat katakan atau aku tidak mau ikut bersamamu!”
“Nyonya… nyonya besar…  sedang koma dirumah sakit tuan…”
Wajah datar Taemin seketika berubah menegang dan panik, ia segera berlari keluar kantor polisi diiringi pelayan Jung dibelakangnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Malam itu, hujan diluar gedung rumah sakit ternama di kota Seoul turun dengan sangat deras. Tidak ada bintang bertebaran dilangit, mendung terasa begitu kelam, sama halnya dengan suasana hati Taemin yang kala itu tengah berduka. Ibunya, Kim Kibum terbaring lemah dirumah sakit. Dokter sudah memvonis bahwa usianya sudah tidak akan lama lagi.
Dengan seluruh perasaan bingung, putus asa, dan kecemasan yang berkecamuk menjadi satu, Taemin mencoba menghubungi Lee Onew, ayahnya. Namun sayang, sudah sejak satu jam lalu orang yang dituju tidak juga mengangkat panggilan teleponnya
Banyak pertanyaan muncul dibenak Taemin. “Kenapa Appa tidak mengangkat teleponku?” “Seberapa pentingkah urusan pekerjaan dibanding dengan keluarga?” Namun semua pertanyaan itu tidak satupun ada yang terjawab, karena sang ayah tetap juga tidak mengangkat telepon darinya.
“Taemin-ssi?” suara sang dokter yang menangani Kibum pun membuyarkan kepanikan Taemin yang tidak bisa menghubungi ayahnya.
“Ya dokter? Bagaimana keadaan ibu saya?!” Tanya Taemin panik.
“Kami sudah berusaha semampunya. Mohon maaf Taemin-ssi.” Dokter pria yang usianya telah mencapai paruh baya ini tertunduk lemas menampakkan wajah dukanya.
“Ma… Maksudnya?”
“Nyonya Kim… ibu anda…. sudah tidak dapat tertolong lagi.”
“Eom… Eomma…” Air mata Taemin mulai keluar membasahi pipi tirusnya.
Taemin yang masih tidak percaya bahwa ibunya telah tiada mulai berjalan gontai memasuki kamar pasien bernomor 302 itu.
Suasana begitu terasa sunyi ketika Taemin memasuki kamar rawat ibunya. Kepiluan dan kesedihan malam itu begitu meresap kedalam hati Taemin. Tidak adalagi yang beban yang menggelayuti pikirannya selain kematian ibu tercintanya. Saat itu, ketika Taemin masuk kedalam kamar rawat, wajah Cantik Kibum telah tertutup kain putih tipis, dan tubuhnya sudah terbujur kaku tak bernyawa. Dibukanya perlahan kain tipis penutup itu, diusapnya kepala Kibum dengan penuh rasa sayang hingga kemudian mengecupi kepala ibunya itu dengan seluruh rasa cinta dan pedih yang ia miliki.
“Eomma…”
Taemin begitu hancur malam itu. Ditinggal ibu yang amat dicintainya, sedangkan seorang ayah yang begitu diharapkan Taemin hadir disaat-saat kritis, malah tidak menampakan batang hidungnya. Jangankan datang, dihubungi pun Onew tidak bisa.
Caci makian dan rasa benci sudah menumpuk dihati Taemin untuk sang ayah. Terlalu lelah rasanya untuk dia mengungkapkan segala rasa sedih yang begitu sulit diteriakan. Mulai malam itu, kebenciannya terhadap sosok seorang ayah kian bertambah. Entah sudah sumpah serapah yang keberapa kali ia alamatkan kepada Onew, orang yang dulu pernah ia anggap sebagai ayah.
Baru pada keesokan siangnya, Onew datang kepemakaman Kibum. Onew menangis dengan begitu kencang atas kematian istrinya. Ia terus meraung-raung seperti orang gila ditanah makam istrinya yang masih basah.
“Kibumie…. Chagi…..” Onew terus memanggil nama istrinya ditengah kepiluan dan duka yang mendalam. Ia begitu merasa kehilangan dan hancur ketika menghadapi kenyataan istri yang mat dicintainya pergi mendahuli dirinya.
Sudah kering rasanya air mata Taemin,.ia tidak mampu menangis lagi. Hanya dapat memandang dingin sosok ayah yang kini begitu dibenci. Perasaan sakit dan kesal karena sang ayah yang tidak datang ditengah kondisi kritis ibunya, terus berkecamuk didalam dada Taemin. Ia tidak akan lupa… Ia tidak akan pernah lupa! Bahwa ia… Lee Taemin, orang yang sangat membenci Lee Onew, orang yang pernah ia anggap sebagai ayahnya.
Kini, sudah 2 tahun Kibum meninggal. Lalu bagaimana dengan Taemin? Ia masih terus mengibarkan bendera perang kepada ayahnya. Taemin terus tumbuh menjadi remaja yang dingin, terlihat seperti sosok pendiam yang sering membangkang kepada ayahnya.
“Yah! Aku tidak pernah sekalipun melarangmu mengikuti kegiatan menari atau apapun pesta yang kau sukai!!! Tapi, setidaknya perhatikanlah pendidkikanmu!!!” Teriak Onew kepada anak semata wayangnya. Siapa lagi kalau bukan Lee Taemin.
Entah sudah pertengkaran keberapa di bulan ini. Sepertinya, baru saja pelayan dirumah menyaksikan pertengkaran semacam ini di hari kemarin. Apa sekarang, para pelayan itu harus memasang earphone ditelinga mereka agar terhindar dari cacat pendengaran? Entahlah.
“Ini adalah hidupku! Bisakah kau diam dan urus dirimu sendiri?! Pikirkan saja perusahaanmu itu! Lee Coorporation kebanggaanmu!” bentak Taemin dihadapan Onew.
Suara pertengkaran diantara mereka terus menggema dari dalam kamar Taemin. Bahkan, tanpa bantuan pengeras suara sekalipun suara mereka dapat terdengar hingga keseluruh penjuru rumah.
“Kau! Apa kau lupa hah? Kau adalah pewaris perusahan kita! pewaris Lee Coorporation! Apa kau tahu betapa besar tanggung jawab yang harus kau pikul hah?” rupanya, Onew yang sudah kehilangan kesabaran atas perilaku putra tercintanya itu, mulai naik pitam. Seperti biasa, mencoba menyadarkan Taemin atas tanggung jawab yang harus ia pikul ketika ia tumbuh dewasa nanti.
“Hah! Bagaimana bisa aku lupa?! Jika kalimat itu yang terus kau teriakkan! Kau pikir aku peduli?!” ucap Taemin kepada Onew dan langsung meninggalkan sang ayah menuju pintu untuk segera keluar dari kamar yang berukuran besar itu.
“Yah! Tunggu Lee Taemin! Aku belum selesai bicara!”
Sikap  yang buruk bukan? Begitulah seorang Lee Taemin. Hanya tahu bagaimana caranya bersenang-senang dan melepaskan segala kekalutan didalam jiwanya. Taemin terus tumbuh menjadi seorang remaja yang menomor akhirkan sekolah, hanya tahu menari dan terus berpesta, suka berbuat onar, tertangkap polisi, bahkan kabur dari rumah setiap malam untuk menghadiri berbagai pesta. Kebiasaan lamanya ini semakin menjadi dari hari ke hari.
Seperti yang ia lakukan malam ini, menghadiri pesta di sebuah bar ternama di seoul. Dikelilingi banyak wanita cantik dan pria kaya disekelilingnya. Menikmati hingar bingar dentuman musik dilantai dansa, mabuk dan tertawa lepas seperti orang kesetanan.
“Yah! Taemin!” sapa Jonghyun, teman berpesta Taemin. Pria paruh baya dengan banyak kekasih yang selalu berganti setiap harinya itu bukanlah bajingan sembarangan yang seperti terlihat dari penampilannya. Ia adalah seorang pewaris perusahaan mobil terbesar di Korea Selatan. Gila bukan?
“Ah! Ahjussi?” Taemin yang masih dalam pengaruh minuman beralkohol yang ditenggaknya hingga puluhan gelas mencoba mengangkat kepalanya dari meja bar untuk dapat berbicara kepada Jonghyun.
“Rupanya ayahmu belum mengusirmu dari rumah?”
“Ah,si tua itu….”
“Hahaha, aku kira setelah kemarin kau ditangkap polisi, ayahmu akan segera mematikan seluruh aksesmu untuk mendapatkan uang! Ternyata…”
“Yah, dia tidak akan berani melakukan itu! Hah! Si lelaki tua itu hanya bisa menggertak saja!”
“Yah! Kenapa kau seperti itu kepada ayahmu sendiri hah? Hahahah kau itu memang pemilik wajah sapi yang bersembunyi dalam topeng pangeran tampan! Benar-benar bajingan kelas tengik! Hahahahaha!”
“Yah! Bodoh! Bicara pada dirimu sendiri. Kau pikir kau lebih baik dari aku? Dasar playboy kepala landak!” ejek Taemin sambil mengacak rambut Jonghyun yang baru ia tata satu jam lalu di salon terkenal dan membuatnya harus menahan pegal di leher selama 2 jam.
“YAH YAH! IDIOT! Rambut ini adalah jimatku! Aku membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan rambut keren seperti ini!”
“Halaah! Rambut sapu ijuk yang berdiri seperti nanas dimusim kemarau begitu kau bilang jimat? Aku baru akan percaya jika kau bilang rambutmu itu adalah alat pengusir nyamuk!”
“Yah! Yah! Kapan kau mau bersikap sopan kepadaku!”
“Aku sudah memanggilmu dengan sebutan Ahjussi! Apa itu masih tidak sopan?” tanya Taemin malas sambil merebahkan kembali kepalanya keatas meja bar.
“Yah! Kau ini! Aku tahu kalau aku seumuran ayahmu! Tapi bukankah wajahku masih setampan Kim Hyun Joong?! Aisssh! Lihat tubuhku! Choi Siwon pun akan iri dan beretekuk lutut pada ototku!! Ckck…”
“Eugh! Baiklah.. errrr.. Sexy ahjussi?”
“YAH! YAH! Kenapa masih ahjussi?!!! Jika kau terus memanggilku ahjussi, orang orang disini akan menyangkaku pedagang gigolo yang siap menangkapmu dan memberikanmu pada tante-tante kesepian! Aisssh!”
“Ah terserahmu lah! Usiamu sudah tidak pantas lagi dipanggil hyung! Segeralah menikah, tempat ini suda tidak pantas untuk ahjussi tua.”
“Aissssh! Aku bisa gila jika tidak menyeretmu ketempat lelang! Eh, apa belum ada niatan minta maaf pada ayahmu? Bagaimana pun juga, ia adalah satu-satunya keluargamu kan?”
“Huh, apa aku harus peduli pada orang maniak kerja begitu?”
“Hahaha, jadi kau mau membenarkan tuduhan orang bahwa kau adalah seorang anak yang kesepian hah?”
“Apa maksudmu?”
“Kau itu sebenarnya merindukan sosok ayahmu yang kau cintai kan? Hahahah aku bisa lihat jelas dari wajahmu itu! Hentikanlah… Mau sampai kapan kau tidak memaafkannya?”
“Diam kau ahjussi! Aku sedang tidak butuh nasehat! Dia mati pun, itu lebih baik buatku.” Ucap Taemin ketus.
“Tarik kembali ucapanmu bocah. Kau tidak pernah tahu, rasanya menjadi anak tanpa orang tua.”
Kalimat Jonghyun,membuat jantung Taemin berdetak lebih kencang
DEG
Mungkin, jika saat ini ditemukan alat pengeras suara dalam dada, kita dapat mendengar jelas degupan jantung Taemin yang tiba-tiba berpacu seperti kuda di arena pacuan.
“Ah, kau sudah dengar berita?”
“Berita apa?”
“Amber tidak bisa datang ke pesta malam ini. Ayahnya meninggal karena kecelakaan 3 jam yang lalu.”
DEG
Jantung Taemin kembali berdentum lebih keras
“Be… Benarkah?”
“Ya, sayang sekali! Baru satu minggu yang lalu aku bertemu dengan ayahnya, hahaha! Ternyata memang tidak ada manusia yang tahu kapan kematian benar-benar terjadi ya!”
Entah kenapa, semangat berpesta Taemin yang sejak tadi berkibar, mendadak hilang begitu saja. Perasaannya menjadi tidak nyamankah? Karena apa? Entahlah!
Taemin memutuskan untuk pulang lebih awal dari pesta dan meninggalkan Jonghyun. Aneh, biasanya baru pada pukul 3 pagi Taemin akan beranjak dari ruangan pesta, namun sekarang ia memutuskan  untuk mengemudi pulang ketika waktu masih menunjukan pukul 11 malam.
Taemin terus melajukan mobil hitam mewahnya menuju ke sebuah taman di pusat kota. Taman yang selalu terbuka untuk umum. Taemin menatap nanar taman itu, dan tak lama segera bangkit dari mobil untuk menelusuri sekitaran taman menuju dua buah ayunan yang bergantung kokoh di tiang besi.
Mendudukan dirinya pada sebuah ayunan berwarna kuning, warna kesukaannya. Menatap sendu kearah ayunan disebelahnya yang masih kosong tanpa diisi siapapun. Apa yang ia pikirkan?
“Appa? Kau tahu? Kau adalah orang tua yang gagal.” Bergumam miris kearah ayunan yang diam tersebut.
“Aku tidak mau peduli padamu, aku tidak mau lagi peduli pada Appa yang tidak pernah memikirkanku. Aku tidak mau.”
Entah perasaan aneh apa yang Taemin rasakan malam ini. Ia terus saja memandang nanar ayunan disampingnya.
“Kau matipun, aku tidak peduli!” ucap Taemin datar sambil menengadah kearah lagit luas yang penuh dengan warna hitam dihiasi kilauan bintang disekitarnya.
Semenjak sang ibu meninggal, keluarga bukanlah hal yang berarti lagi untuk Taemin. Iya sering mengutuki ayahnya dalam hati. Berharap ia dapat bebas dari sang ayah yang setiap hari bertengkar dengannya.
Taemin tiba dirumah tepat pukul  3 pagi. Ia segera memasuki rumah dengan kunci cadangan yang ia punya. Melewati ruang tamu dimana terdapat Onew yang tertidur pulas di sofa.
“Untuk apa tidur disini? Mau berlagak muda? Dia pasti segera sakit.” gumamnya dalam hati
Taemin memutuskan pergi menuju kamar seolah tidak menghiraukan ayahnya yang sedari tadi menunggu kepulangan Taemin hingga tertidur di sofa.
“Taemin…” suara Onew yang terbangun membuat Taemin menghentikan langkah kakinya dan menoleh keasal suara tersebut.
“Apa?” jawab Taemin datar.
“Kau sudah pulang?”
“Ya. Sudahlah aku mengantuk.” Kata Taemin sambil melanjutkan langkah kakinya menuju kamar.
“Apa besok kau akan kembali kesekolah?” pertanyaan Onew membuat langkah kaki Taemin kembali terhenti.
“Bukan urusanmu.” Menjawab ketus kepada sang ayah dan melanjutkan langkah kakinya lagi.
“Sekolah itu penting untukmu. Apa kau mau menjadi anak bodoh yang tidak punya masa depan? Sekali ini saja, dengarkanlah aku! Datanglah lagi kesekolah. Kumohon.” Nasihat Onew membuat Taemin yang sudah lelah menjadi kesal karena merasa terganggu.
Taemin membalik badannya dan segera berjalan cepat keluar dari rumah meninggalkan sang ayah yang masih terus memanggil-manggil namanya seolah tidak rela melepaskan kepergian Taemin.
Namun, yang dilakukan Onew hanyalah sia-sia. Tidak ada lagi yang bisa  mencegah laju mobil Taemin yang begitu kencang meninggalkan rumah.
Taemin begitu kesal kepada ayah yang terus menasehatinya. Ia masih belum bisa mengembalikan sikap hormatnya kepada sang ayah seperti dulu. Seperti waktu Onew belum tenggelam dalam dunia kerjanya atau seperti saat Kibum belum meninggal. Sampai kapan pun kebencian dan rasa sakit hati itu akan terus berkibar dihati Taemin untuk Onew.
Pagi itu, Taemin mengemudikan kendaraannya menuju apartemen pribadinya. Ia mengemudi dengan ugal-ugalan. Beruntung, tidak ada satu makhluk hiduppun yang menjadi korban kebringasannya. Batin Taemin sudah begitu kesal dengan Onew. Sudah habis rasa hormat yang ia punya untuk sosok pria yang pernah ia panggil dengan sebutan ayah itu.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sudah satu bulan Taemin menempati apartement pribadinya. Masih meneruskan kebiasaannya berpesta tanpa sedikit pun memikirkan urusan sekolahnya. Padahal bagi pelajar tingkat akhir di SMA manapun, saat ini adalah saat mereka berjuang untuk lulus dan masuk ke perguruan tinggi yang ternama.
Tidak peduli berapa banyak uang yang ia habiskan untuk berpesta. Toh itu uang dari ayahnya! Untuk apa sang ayah bekerja menghasilkan uang dari Lee Coorporation kebanggaannya itu jika bukan untuk dihabiskan?
Waktu sudah menunjukan pukul 12 siang, Taemin baru saja bangun dari tidurnya. Sinar matahari yang begitu menyengat pandangannya membuat ia menutup gordyn krem yang terpasang di kaca besar kamar apartemennya.
Terlalu siang untuk memulai sarapan. Taemin hanya mengeluarkan kotak besar susu pisang cair dan meminumnya langsung tanpa menuangnya kedalam gelas. Membuka bungkusan berisi sereal dan langsung menuangkannya pada mulut tanpa menggunakan mangkuk dan kembali meminum susu pisang kesukaannya.
DRRRRRRRRRRRRRRRRRT DRRRRRRRRRRRRRRRRRT
Ponsel Taemin bergetar dari dalam sakunya. Dilihatnya nama orang yang menghubunginya siang itu.
“Pelayan Jung? Ada apa menghubungiku?”
“Tu… Tuan muda Lee…” ucap seorang wanita paruh baya di ujung telepon.
“Ya?”
“Ayah anda, Tuan besar Lee… saat ini sedang koma di rumah sakit pusat Seoul… bisakah… anda datang dan melihat kondisinya?”
Sejenak Taemin terdiam, entah apa yang ada dipikirannya. Terdapat perasaan berkecamuk dalam hatinya. Haruskah ia melihat keadaan musuhnya sendiri?
“Tuan muda?” suara pelayan Jung membuyarkan lamunannya.
“Ah, maaf… Akan kupikirkan lagi nanti.” Jawab Taemin asal sambil segera menutup ponselnya.
Taemin merebahkan dirinya keatas sofa panjang diruang TV. Disatu sisi ia masih merasa dendam dengan ayahnya yang namun, disisi lain ia masih anak dari Onew. Nalurinya sebagai seorang anaklah yang memintanya untuk datang menemui Onew.
Dengan perasaan bimbang, Taemin memutuskan untuk melajukan mobil mewahnya menuju rumah sakit kota Seoul. Rumah sakit yang sama seperti 3 tahun lalu saat Kibum, ibunya dirawat dan menghadapi ajalnya.
Segera menuju kamar rawat bernomor 512 tempat Onew dirawat. Menemui pelayan Jung yang dengan setia menunggui tuan besarnya yang tidak sadarkan diri karena koma.
“Apa yang terjadi dengannya?”
“Ah, Tuan muda! Eumm…. dokter bilang, Tuan besar Lee terkenya penyakit kanker perut stadium akhir.”
“Ka… Kanker perut?”
Walaupun Taemin seringkali mengatakan bahwa ia tidak mempedulikan sang ayah, namun jauh dilubuk hatinya ia masih mencemaskan Onew.
“Ba… Bagaimana bisa?”
“Pola makan yang kurang teratur dan aktifitas yang berlebihan sepertinya menjadi awal mula semua penyakit ini. Sebulan lalu, saat Tuan muda pergi dari rumah kondisi Tuan besar Lee berangsur memburuk. Untuk itu, saya memanggil anda untuk datang kerumah sakit. Siapa tahu kedatangan anda dapat membuat Tuan besar sadar dari koma.”
“Sudah berapa lama?” tanya Taemin datar.
“Sudah 1 minggu yang lalu beliau koma.”
Ada perasaan aneh menyeruak kedalam relung hati Taemin. Perasaan sedih dan sedikit simpati melihat kondisi sang musuh besar yang entah sejak kapan mulai dibencinya. Namun, ke egoisan berhasil menutupi perasaan sayang itu dengan seluruh rasa benci.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hanya 1 jam Taemin menjenguk keadaan ayahnya siang itu. Langkahnya begitu gontai. Entah ada angin apa Taemin memutuskan untuk pulang kembali kerumahnya. Rumah dimana ia dibesarkan, rumah dimana seluruh kenangan Taemin tentang keluarga berada.
Taemin masuk kedalam rumah yang begitu sepi tanpa kehadiran ayahnya. Berjalan pelan kearah ruang tamu dan menatap nanar pada sofa panjang tempat Onew biasa berbaring ketika menunggu Taemin pulang tengah malam.
Ia kembali berjalan keruang makan, dan menatap nanar meja dan kursi makan yang tertata begitu rapi di rumah mewah tersebut. Ruang makan dimana ia dan Onew menghabiskan makanan yang disediakan dengan suasana yang begitu dingin
Taemin meneruskan langkah kakinya menuju dapur. Melihat beberapa gelas cangkir dibaki pencucian. Meraih sebuah cangkir yang ia tau benar kesukaan ayahnya, meraba cangkir itu, mengamatinya dan berharap masih ada cetakan bibir Onew yang tertinggal dicangkir itu.
Ia  meneruskan perjalanan menuju kamar Onew. Menatap miris kamar kosong yang tidak berpenghuni. Baru kali ini Taemin berharap ayahnya akan pulang dan mengisi kamar tidur yang kosong itu.
Taemin menutup kembali pintu kamar dan berjalan menuju ruang kerja Onew yang terletak disamping kamar pribadinya. Membukanya secara perlahan, dan memasuki ruangan yang belum pernah dimasukinya dengan sangat hati-hati. Taemin mendudukan dirinya dikursi kerja milik sang ayah. Menyentuh tuts keyboard komputer tempat ayahnya biasa menyelesaikan segala urusan kantor. Taemin berharap masih ada sisa sidik jari ayahnya yang tertinggal diatas tuts-tuts keyboard tersebut.
Tiba-tiba perhatiannya tertuju pada sebuah buku tua yang tebal dan bertuliskan “DIARY” disampul depannya. Taemin menyentuh buku itu perlahan kemudian membukanya. Mengamati satu persatu tulisan tangan sang ayah didalamnya dan membacanya perlahan.
 “1 November 1992
AAAAAAARRRRGH!!!! SIAL!!! Kibum!!! Kau benar-benar hamil!!! Apa yang harus aku lakukan? Usiaku bahkan baru 20 tahun dan belum lulus kuliah! Appa akan membunuhku jika ia tahu kau mengandung anakku! Apa yang harus aku lakukan!!! Aku belum siap jadi ayah! Kibum!!! Siaaaaal!!!!!”
Taemin terus membaca tulisan dilembar selanjutnya
“2 November 1992
Hari ini aku membaca sebuah artikel dibuku. Disana tertulis, usia kandungan yang baru 1 minggu masih bisa digugurkan. Aku menunjukan artikel itu kepada Kibum dan berharap ia mau menggugurkan kandungannya dengan alasan AKU BELUM SIAP JADI AYAH!!! Tapi, Kibum malah memakiku. ‘DASAR TAHU BANTET IDIOT! APA YANG KAU PIKIRKAN? BAGAIMANA MUNGKIN KAU MAU MEMBUNUH DARAH DAGINGMU SENDIRI!!!’ Akhirnya pun bisa ditebak! Kami bertengkar sangat hebat.. Kibum terus saja menjambaki rambutku dan menendang kemaluanku! Sial… Dia semakin bringas ketika hamil. Saat aku berusaha menyentuhnya untuk menenangkan dirinya, ia malah memberi mulutku cabai yang sangat merah hingga aku kewalahan! Benar-benar sial! Aku benar-benar berharap dia tidak mengandung anak itu! Aku tidak suka!”

“4 November 1992

Keluarga Kibum mendatangi rumahku… inilah akhir dari hidupku… ayah memakiku didepan kaluarga! Sial! Jika saja dia tahu bahwa semua ini bukan semata-mata kesalahanku! Sial!!! Aku tidak menginginkan bayi yang ada di kandungan Kibum! Aku bersumpah akan melakukan berbagai cara untuk menggugurkannya! Aku tidak siap menjadi ayah! Aku sungguh tidak siap! Seandainya aku bisa mengulang waktu. Aku tidak ingin melakukan hal bodoh yang menyebabkan munculnya bayi terkutuk itu!”

“8 November 1992

Nerakaku dimulai…. Hari ini aku dan Kibum menikah… sial!!!! Aaargh!!! Kenapa Kibum harus mengandung anakku!!! Brengsek!! Aku benar-benar tidak menginginkan anak ini! Sial! Aaaarrrrgh! Apakah ada keajaiban yang bisa membuat bayi Kibum tiba-tiba mati?!”


Bulir air dari pelupuk mata Taemin mulai jatuh dan menggenangi pipi tirusnya. Ia menangis dengan seluruh perasaan sakit yang menerjang dadanya. Ia merasa benar-benar bodoh karena sempat berpikir bahwa memaafkan ayahnya yang sedang terjatuh sakit adalah jalan yang terbaik.
“Bajingan…. ugh… hh….. eugggh…. hiks..” Taemin terus menangis. Ia merasa benar-benar terluka. Terluka lebih dari sebelumnya… lebih dari 2 tahun yang lalu disaat kematian ibunya.
Taemin yang masih sibuk menangis, tidak menyadari kedatangan pelayan Jung yang sudah berdiri di sampingnya.
“Tuan muda?” Tanya ahjumma ramah ini dengan nada yang sangat lembut.
“…..”
“Tuan muda?”
“Bajingan…. dia…. tidak pernah menginginkanku…” Taemin menatap wanita paruh baya itu dengan tatapan yang begitu terluka. Sedetik kemudian ia beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan ruangan itu dengan perasaan yang begitu sedih.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Di sore itu, Taemin segera melajukan mobil mewahnya menelusuri  jalanan aspal kota Seoul yang semakin memanas. Ia menuju ke rumah sakit dimana Onew dirawat. Entah untuk tujuan apa Taemin menjenguk pria yang sejak tadi dikutukinya dalam hati. Pria yang sejak lama tidak menginginkan dirinya lahir kedunia ini. Pria yang tidak ignin dianggapnya sebagai seorang ayah lagi.
Taemin segera menaiki lift dan menekan tombol 5 tempat dimana Onew dirawat. Menelusuri lorong rumah sakit dan menemukan kamar berkelas VVIP dengan nomor 512 tertempel didepan pintunya.
Tanpa banyak berpikir, Taemin segera masuk kedalam kamar rawat itu dan menemukan Onew yang tertidur lelap diatas kasur pembaringan orang sakit. Entah sudah hari keberapa semenjak Onew tidak sadarkan diri. Onew terlihat begitu kurus seperti anak kambing yang terkena penyakit antraks dan kehilangan nafsu makan selama 1 minggu. Tangannya di infus, selang menyambung kehidungnya, dan terdapat sebuah mesin pendeteksi kehidupan terletak disebelah raganya.
“Aku datang lagi.” Ucap Taemin datar kepada raga sang ayah yang masih koma dan tidak mengalami pergerakan apapun.
Ia mencoba untuk menahan tangis dan rasa sakit hati yang sejak tadi dipendamnya. Menatap dingin kepada ayahnya seolah-olah tiada rasa sayang didalam hatinya. Benar-benar pria yang dingin.
“Seharusnya, aku tidak pernah terlahir didunia kan?” ucap Taemin mencoba menahan tangisnya
“Seharusnya Eomma menggugurkan aku kan? Untuk apa aku lahir kedunia jika kau tidak menginginkanku? Seharusnya kau bunuh saja aku ketika baru lahir. Kenapa tidak kau lakukan itu? Untuk apa aku dilahirkan? Bisakah kau jelaskan? Seharusnya kau bunuh saja aku…..hiks… Bunuh saja…. ugh… bunuh saja aku….” Tangisan dan emosi Taemin sudah tidak dapat dibendung lagi. Banyak sekali air mata yang ia keluarkan siang itu. Sedangkan Onew? Ia masih tidak sadarkan diri, walaupun Taemin menangis begitu lama disampingnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Taemin kembali kepada kebiasaan lamanya. Kebiasaannya berpesta dan mabuk sampai pagi. Apakah ia begitu kecewa mengetahui bahwa Onew tidak pernah menginginkan ia lahir?
Taemin berdansa bersama Minho dilantai dansa diiringi dentuman musik yang semakin malam semakin menghentak iramanya. Taemin terus menari dan menari melepaskan semua beban yang selama ini menggelayuti pikirannya.
Ketika lelah, ia mendudukan dirinya di kursi Bar seperti biasa. Memesan bir mahal favoritnya, meneguknya hingga terjejer banyak gelas diatas meja. Mabuk bukanlah hal yang luar biasa bagi Taemin. Sudah sejak lama ia terbiasa seperti ini. Kebiasaan yang tidak baik untuk seorang pemuda yang masih berusia 18 tahun.
“Kau kembali lagi?” sapa Jonghyun yang datang dan segera meneguk gelas berisi bir dimeja Taemin.
“Ahjussi…”
“Yah.. yah! Kau masih saja memanggilku ahjussi! Kau sengaja ya? Aku adalah pria muda yang sexy! Lihatlah tubuhku!” ucap Jonghyun sambil memamerkan ototnya seolah ia adalah binaraga sejati.
“Sexy ahjussi…”
“Yah! Yah! Kau mabuk rupanya!”
“Eummm… sok tahu!”
“Orang tidak waras pun akan tahu kalau kau itu mabuk! Bocah sinting.”
“Hahahah! Aku tidak mabuk ahjussi…” kata Taemin yang berusaha menegakkan tubuhnya dan berlagak seolah ia tidak terpengaruh minuman keras sedikitpun.
“Ya! Ya! Kau memang tidak mabuk! Terserahmu lah!”
“Ahjussi… apa kau tahu? Ternyata, Appa sama sekali tidak pernah menginginkan kelahiranku…. jika kau jadi aku, apa yang akan kau lakukan?” tanya Taemin dengan nada sedih dan airmata yang hampir terjatuh dari sudut matanya.
“Eh bocah… Kau terluka?”
“Aku… untuk apa aku terluka! Dia matipun aku tidak peduli!” ucap Taemin.
Namun sayang, buliran air mata jatuh membasahi pipi tirusnya. Sekeras apapun ia mengatakan jika ia tidak terluka, namun tetap saja ia tidak dapat menutupi kesedihan yang terlukis jelas diwajah manisnya.
“Ahjussi… aku….”
“Kau terluka bodoh.”
“Aku bahkan. Tidak tahu bagaimana cara mencintainya. Bagaimana aku bisa terluka?”
“Kau mencintainya… kau mencintai ayahmu. Tapi kau tidak pernah menyadarinya. Otakmu terlalu bodoh! Apa cairan susu pisang telah memenuhi otakmu hah? Kau terluka bodoh.. kau terluka karena kau mencintai ayahmu…”
“Ahjussi… lalu apa yang akan kau lakukan jika jadi aku?”
“Mendengarkan penjelasannya.”
“Jika… ayah tidak bisa menjelaskannya?”
“Aku akan menunggunya… sampai ia menjelaskannya.”
“Jika ayah mati sebelum dapat menjelaskannya?”
Sejenak Jonghyun terdiam mendengar pertanyaan Taemin.
“Memaafkannya…”
“…”
“Kau tahu? Memaafkan adalah memberikan sedikit ruang dihatimu untuk hal yang kau benci.”
“…”
“Berikanlah sedikit ruang dihatimu untuk Ayahmu. Berikanlah sebelum kau terlambat.”
“Kau tidak akan pernah mengerti perasaanku… karena kau tidak mengalaminya sendiri..”
“Siapa bilang? Aku bahkan, tidak mendatangi pemakaman ayahku sendiri. Aku terlalu sibuk bertengkar dengannya dan melarikan diri dari rumah… Jadi, jangan sampai hal yang sama terjadi padamu bocah!”
Taemin hanya bisa diam saat mendengarkan perkataan Jonghyun. Kepalanya terasa begitu pusing untuk berfikir. Dibiarkannya Jonghyun untuk menemaninya sepanjang malam.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Tidak banyak yang Taemin lakukan keesokan harinya. Dalam hati ia merasa jenuh dengan hingar bingar pesta yang telah menjadi gaya hidupnya. Tapi di satu sisi hanya itu cara yang ia tahu dapat menjadi pelariannya dari segala rasa sakit hati.
Sejak pagi buta Taemin tertidur hingga siang. Di siang harinya ia hanya termenung dengan tayangan televisi yang setia menonton renungannya. Dan sore harinya ia hanya duduk terdiam di bangku taman luas belakang rumahnya.
Tidak banyak yang Taemin lakukan. Hanya duduk sambil menikmati matahari terbenam.
“Tuan muda..” lagi-lagi suara pelayan Jung mengagetkan Taemin.
Ah, pelayan Jung… ada apa?”
Pelayan Jung kemudian beranjak duduk mendekat kepada Taemin. Membuat Taemin bingung ada keperluan apa ia sebenarnya.
“Tuan muda… kau tahu? Untuk mencintai seseorang, kau harus mengenalnya lebih dalam….”
“…”
“Dan… untuk mengetahui perasaan tuan besar Lee yang sebenarnya…. bacalah ini hingga akhir.” Ucap pelayan Jung sambil memberikan buku diary yang terbuka ditengah halamannya kepada Taemin.
“Aku….. Aku tidak butuh….” tolak Taemin sambil menengadahkan kepalanya kelangit jingga di sore itu.
“Kau tahu apa yang aku sesali?”
“….”
“Dulu… aku selalu berpikir, bahwa ibuku adalah seorang monster yang tega mengurungku ditempat ini, dan membiarkanku menjadi pelayan untuk keluarga Lee… tapi, akhirnya aku tahu…. ibuku hanya tidak ingin aku mati kelaparan di luar sana.”
Senyuman yang pelayan Jung berikan kepada Taemin membuat hatinya berdesir. Pertahanannya untuk tidak membaca diary Onew mulai goyah.
“Baiklah tuan muda, saya pergi dulu.”
Taemin mulai menundukan sedikit kepalanya untuk mengarahkan matanya pada sederetan tulisan yang tertuang dalam kertas di buku itu.
“18 Juli 1993
Bayi itu lahir dari rahim Kibum… bayi itu menangis… Apa dunia begitu menyeramkan? Bayi mungil itu pasti ketakutan… Bayi laki-lakiku, kenapa menangis? Menyesalkah kau dilahirkan sebagai anakku? Kau takut? Tenang, aku akan menjagamu jagoan kecil! Ah, Tuhan… dia mungil sekali…. aku takut menyentuhnya. Aku takut melukainya. Hahaha! Aku adalah ayah terbodoh. Benar kan? Aku tidak bisa berbuat apapun untuk anak ini… aku begitu berdosa sejak pertama kali berniat untuk membunuh malaikat ini. Apa yang harus aku lakukan? Aku ingin membesarkannya menjadi anak yang baik… Jagoan kecilku yang malang, jangan pernah sekalipun meniru perbuatan ayahmu… aku adalah ayah yang buruk. Benarkan? Ah, bahkan aku sama sekali tidak pantas dipanggil ayah! Betapa buruknya harapanku dulu…. Jagoan kecilku.. maafkan aku, aku menyayangimu…”
“1 Agustus 1993
Taemin… Jagoan kecilku, menangis lagi malam ini. Suasana rumah yang awalnya tenang menjadi begitu bising karena dia menangis. Taemin, sudah beberapa hari ini dia tidak bisa tidur dengan tenang. Bayi mungilku, apakah kau sakit? Aku mohon… Aku mohon, biarkan aku jatuh sakit sebagai pengganti jagoan kecilku, Tuhan.”

“18 Juli 1994

Sudah setahun jagoan kecilku ini lahir kedunia. Aku sudah berhenti pergi ke bar dan minum-minum. Aku ingin belajar menjadi ayah yang baik untuknya. TAEMINIE!!! APPA MENCINTAIMU!!! Kau tahu kan? Eum?aku akan berjuang menjadi ayah yang baik untukmu HWAITTING!^^”
Masih dengan wajah yang datar, Taemin terus memandangi lembaran kertas yang berisikan curahan hati Onew. Perlahan pertahanannya mulai runtuh. Kehebatannya dalam menahan tangis mulai goyah. Wajah datarnya terasa memanas, hingga sanggup melelahkan air dari dalam matanya. Apa yang kalian pikirkan? Tentu saja Taemin menangis! Awalnya hanya setitik air mata yang keluar, namun perlahan menjadi semakin deras hingga menimbulkan isakan.
Segera ia berlari menuju luar rumah, mengendarai mobil mewahnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit tempat Onew dirawat. Tidak butuh lama bagi Taemin untuk sampai di rumah sakit. Mengingat, ia melajukan mobilnya dengan kecepatan yang brutal. Segera berlari menelusuri koridor rumah sakit yang serba putih dan menaiki lift menuju lantai 5 tempat ayahnya dirawat.
Tidak seperti biasanya, hari itu kamar rawat Onew dipenuhi seorang dokter dengan 3 orang pearawat pria didalamnya.
“AAAAAAKKKH…. AAAAKKKKKKKHHHH….”
Baru saja Taemin sampai diambang pintu, ia harus menyaksikan Onew merintih kesakitan. Dokter berusaha menanganinya dibantu para perawat pria yang mengelilingi. Namun, apa yang diusahakan dokter sama sekali tidak mengurangi volume rintihan Onew. Bahkan, Onew merintih semakin keras.
“A… Appa…”
Ucapan Taemin sontak membuat salah seorang perawat berpakaian putih menoleh kearahnya.
“Ah maaf tuan, pasien sedang dalam kondisi tidak baik. Silahkan tunggu diluar.” Ucap sang perawat sambil mendorong pelan Taemin keluar dari kamar.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAKHHHHH…. APPO… AKKKKKKHHHHHHH…” suara Onew terdengar semakin keras seolah menahan sakit yang mendera perutnya.
“Appa!!!! LEPASKAN AKU! BIARKAN AKU BERTEMU APPA!!!” Berontak Taemin dari cengkeraman perawat yang memaksanya keluar dari kamar rawat.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAKKKKKKH!!! SAKITTT!!!! AAAAAAAAAAAARKH!!!”
“APPA!!!”
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAARRRRRRRKKKKKKH!!!”
Taemin hanya dapat menggedor paksa pintu kamar yang telah terkunci dari dalam. Hanya dapat memandangi Onew yang merintih kesakitan lewat kaca pintu, sambil terus menangis memandangi ayahnya terbaring kesakitan.
Sudah tidak mampu lagi Taemin mendengarkan rintihan Onew, walaupun terhalang oleh pintu, suara rintihan itu masih terlalu keras untuk dihalangi.
Taemin memutuskan untuk segera pergi agar tidak menderngar rintihan sang ayah yang seperti silet tajam menyayati hatinya.
Taemin hanya bisa berjalan pelan diiringi suara rintihan Onew yang begitu menjadi-jadi. Seperti sebuah soundtrack film sedih yang begitu menyayat hati namun terpaksa ia dengar, karena soundtrack itu sama sekali taidak dapat dihentikan.
Deras hujan di luar rumah sakit malam itu, terus membasahi raga Taemin. Air hujan terus menerpa wajah manisnya seolah menyamarkan derasnya air mata yang telah turun sejak tadi. Wajahnya tidaklah datar seperti biasa. Ia menangis meraung-raung menyebut kalimat yang sejak tadi dipendamnya kuat kuat.
“Appa…. Jangan mati… hiks…. aku akan jadi anak yang baik!! Aku mohon jangan mati!!! Aaaaargh hiks… ugh… Appa! Jangan mati!!!! Appa…. app… ppa… jangan mati….”
“Aku baru tahu, kenapa besi kokoh yang terendam didalam air yang sejuk bisa berkarat perlahan-lahan… sama seperti hati manusia. Rasanya, kau akan kehilangan nuranimu ketika rasa benci menenggelamkan hati dan segenap perasaanmu. Appa… bagaimana bisa aku tidak menyadarinya… aku begitu mencintaimu”

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Masih…. masih kembali diruangan itu. Ruang kerja Onew, ruang kerja pria 39 tahun yang sempat dianggap Taemin sebagai pahlawan. Ruang Kerja Onew…
Suasana begitu remang. Kilatan petir mengaum tidak terdiamkan. Tubuh kurus Taemin masih kebasahan akibat derasnya hujan tengah malam itu. Matanya begitu sembab akibat menangis dengan segenap perasaan. Antara benci, kecewa, sedih, kebodohan, bersalah, semuanya terlampiaskan melalui derasnya airmata. Jemarinya membuka perlahan isi diary tua milik Onew. Mengamati lembaran-lembaran kisah yang tertuang didalamnya.
“13 Juli 2008
Aku bertengkar dengan Kibum. Aku kesal, aku sedih, aku marah… dan hampir menyakiti Kibum… Bagaimana bisa! Bagaimana bisa dia berfikir akan meminta Taemin untuk melanjutkan sekolahnya di asrama?! Apa Kibum tidak memikirkan perasaanku? Oh Tuhan, apa yang harus aku katakan pada Kibum? Aku tidak ingin Taemin jauh dariku. Hey! Dia anakku satu-satunya. Dia pahlawan kecilku! Aku ingin melihat dia tumbuh sebagai pria dewasa. Aku ingin mengajarkan banyak hal padanya, menunjukan padanya bagaimana seorang pria harus bersikap dan bertanggung jawab. Aku ingin melindunginya, aku ingin menyayanginya dan bertemu dengan dia setiap harinya. Jika aku pulang kantor dan kelelahan aku berharap dapat terus memandangi wajah anakku yang tertidur, mengusap lembut kepalanya dan mengatakan ‘Taeminie… anakku… jagoan kecilku yang tampan… bagaimana keadaanmu? Tumbuhlah dengan sehat… aku akan selalu melindungimu..’ Taemin! Tidak boleh ada satupun yang dapat membuatmu jauh dari Appa!!! Appa mencintaimu… tumbuhlah sayang, tumbulah menjadi jagoan yang hebat!^^ Taemin.. bukankah hari ini kau ulang tahun? Maaf karena tidak sempat merayakannya bersamamu dan memilih sibuk bertengkar dengan Eommamu. Selamat ulang tahun yang ke 15 jagoan tampan! Hehehe… tumbuhlah dewasa! HWAITTING!!!^^”

“7 Oktober 2009
Baru kemarin istriku meninggal.. hari ini ia dimakamkan. Mungkin, tanah makamnya belum kering. Air mataku pun sama basahnya seperti tanah yang menimbun mayat Kibum. Aku benar-benar sedih tidak dapat mendampingi Kibum disaat terakhirnya… apakah aku layak disebut suami yang baik? Dimalam saat Kibum meninggal, aku harus mendekam dipenjara. ARRRRRRRRRRRRRRGH!!! Bodoh! Kenapa aku harus buru-buru saat menyetir? Kenapa nenek tua yang kutabrak saat itu harus tewas? AAAAARRRRGH!!! Aku baru tahu kalau Taemin menghubungiku berulang kali. Entah dimana ponselku saat Taemin menelpon. Tuhan… kenapa secepat itu kau ambil Kibum? Tuhan… bisakah kau kembalikan Kibum? Apa yang harus aku lakukan? Taemin belum benar-benar dewasa… aku tidak ingin anakku harus kehilangan kasih sayang ibunya diusia yang semuda ini… Tuhan… lindungilah Taemin. Kuatkanlah dia Tuhan.”

“14 Oktober 2009
Dua mnggu.. sudah dua minggu sikap Taemin bertambah dingin padaku. Dia pasti membenciku atas kejadian satu minggu lalu. Taemin… appa bersumpah… itu semua diluar kendali appa, sayang. Taemin… apa kau tidak mau mendengarkan penjelasanku? Dengarkanlah aku walau hanya sebentar anakku… katakanlah sesuatu.. pukul aku jika ingin melampiaskan semuanya. Kenapa kau diam seperti ini? Taemin… maafkan Appa… maafkan Appa sayang.”
“31 mei 2010
Ini hari minggu. Aku ingin menghabiskan waktu istirahatku ini bersama Taemin. Aku fikir berjalan-jalan sebentar ditaman sangat menyenangkan, aku ingin mengenang masa kecil Taemin dan menceritakan kejadian-kejadian lucu sewaktu dia kecil. Aku ingin dia kembali seperti dulu, seperti jagoan kecilku yang manis. Tapi, sayangnya Taemin tidak mau… dia bilang dia sedang sibuk. Saat aku memohon padanya untuk menunda urusannya itu, Taemin malah membentakku. Taemin… apakah kau begitu membenciku? Tidakah kau tahu? Ayahmu ini merindukanmu. Taemin… Taemin jagoan kecilku, appa mencintaimu nak…”

“18 Juli 2010

Aku memutuskan pulang kantor lebih cepat dari biasanya. Hari ini Taemin ulang tahun. Aku sudah membelikannya cake yang enak dan membelikannya sepatu baru untuk latihan menari sebagai kado. Aku menunggunya sejak jam 4 sore dirumah. Aku menunggunya hingga tanpa sadar aku tertidur di meja makan bersama kue ulang tahun dan hadiah yang ada dihadapanku. Taemin… hingga pagi hari pun dia belum pulang… Kemana kau Taemin? Aku mencemaskanmu… pulanglah…”

“1 Januari 2011

Panggilan orang tua… sudah 3 kali aku datang kesekolah Taemin untuk memenuhi panggilan dari wali kelasnya. Taemin sudah 2 minggu bolos dari sekolah. Astaga.. bahkan untuk urusan seperti ini pun aku tidak mampu menanganinya… Taemin, apa yang kau lakukan? Kau merusak masa depanmu sendiri nak… Aku sungguh mencemaskanmu. Usiaku terus bertambah setiap tahunnya. Jika aku mati, apa kau bisa hidup dengan mandiri? Taemin… setiap kali aku membicarakan tentang Lee Coorporation kepadamu, itu bukan karena aku mencemaskan perusahaanku… aku hanya mencemaskanmu, apa kau tahu? Mencari uang tidaklah semudah yang kau pikir, jagoan. Setidaknya, jika mulai dari sekarang kau belajar mengurus Lee Coorporation, kelak kau pasti bisa mengembangkan bisnis keluarga kita ini dan menghasilkan uang yang banyak untuk kelanjutan hidupmu dan keluargamu. Tapi, jika bisnis ini mati sebelum kau dewasa, aku takut Taemin… aku takut kau hidup menderita dan miskin… Taemin anakku.. Kembalilah…  Kembalilah jagoan kecilku… Kembalilah seperti dulu…”

Air mata itu jatuh lagi dari mata sembab Taemin. Semakin lama air mata itu semakin deras membasahi pipi tirusnya. Jemari itu terkepal dan terus memukul-mukuli dadanya.
“Ap…ppa… hiks….. ugh… Appa… ap…ppa… Mianheyo…hiks…”
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sosok pemuda yang mengenakan seragam sekolah itu, berjalan menelusuri lorong rumah sakit. Lee Taemin, rupanya sore ini dia datang lagi menjenguk ayahnya. Apa yang dia harapkan? Seberapa sering pun ia datang, Onew tetap saja terbaring tak bergerak. Tahukah? Ia terlalu lelah terbangun dari tidur lelapnya apalagi untuk sekedar bangun dan menyapa Taemin yang menjenguknya sepulang sekolah.
Hanya ingin memandangi wajah ayahnya yang tertidur lelap. Memandangi sosok ayah yang belakangan ini amat ia rindukan. Sosok yang pernah ia benci setengah mati, yang kini terbaring lemah dan setia memejamkan matanya.
Sudah sejak tadi Taemin hanya berdiri memandangi wajah Onew yang tertidur. Diberanikan dirinya mengusapi wajah pucat Onew yang menirus, hingga menggenggam tangannya yang kasar dan tebal, masih sama seperti dulu. Sekuat tenaga Taemin berusaha tersenyum dibalik rasa bersedihnya. Sekuat tenaga ditahannya air mata dipelupuk mata. Setidaknya, ia ingin Onew merasakan bahwa ia baik-baik saja.
“Appa… aku datang. Lihat! Hari ini aku masuk sekolah. aku belajar dengan baik. Aku juga tidak keluar kelas sebelum pelajaran berakhir. Hari ini guru-guru memujiku. Lihat seragamku! Aku memakainya dengan rapi. Sebelum berangkat sekolah aku menggosok sendiri seragamku! Lihatlah! Aku membawa lengkap semua buku pelajaran. Dan aku menghabiskan waktu istirahat untuk membaca diperpustakaan. Lihatlah Appa! Lihatlah…”
Taemin terlihat seperti orang bodoh yang berbicara pada batu yang sama sekali diam dan tidak memberikan respon. Masih maukah terus-terusan memaksakan dirimu Taemin? Ayahmu masih telalu lelah untuk membuka matanya.
Buliran air yang sedari tadi ia tahan didalam matanya mulai mendesak keluar dan menciptakan aliran kecil di pipinya. Aliran kecil itu kian membesar dan wajah Taemin yang putih menjadi semakin merah.
“Bukalah matamu… inikan yang ingin kau lihat? Bukankah aku anak yang baik? Bukalah matamu…. lihat aku sebentar… Appa… bukalah matamu… Sebentar saja… katakan sesuatu… kau sudah membenciku? Kenapa tidak mau melihatku? Sebentar saja kumohon.. bukalah matamu…”
Lututnya terasa lemas. Taemin tidak mampu lagi menahan raganya.perlahan ia berlutut disamping tempat ayahnya berbaring. Masih menggenggam tangan Onew, ia terus menangis.
“Aku akan jadi anak yang baik… aku mohon bukalah matamu… aku mohon…”
Terus menatap wajah tenang Onew yang terpejam. Matanya yang semakin membengkak terus saja mengeluarkan air mata yang kian lama semakin deras. Taemin mendekatkan tangan Onew ke bibirnya, menciuminya dengan seluruh perasaan sayang, sedih, dan hormat yang ia punya. Terus berdoa dalam hati, agar ayahnya… Pahlawannya… membuka mata untuk sekedar menatapnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Malam yang begitu dingin dihabiskan seorang diri. Tapi, Taemin sudah terlanjur berjanji pada dirinya untuk meninggalkan kebiasaan berpestanya yang dulu. Malam ini, hanya sekedar berjalan pulang dari rumah sakit, melewati taman yang dulu menjadi tempat favoritnya bersama Onew. Taman diaman hanya ada tawa menghiasi wajah mungilnya, taman yang diliputi kebahagiaan dan kehangatan bersama ayahnya.
Berjalan pelan menuju ke sepasang ayunan berwarna kuning, mendudukinya dengan tetap memasang ekspresi begitu datar diwajahnya. Menatap sendu kesisi sebelah kanan dimana ayunan kuning yang sama namun kosong berada. Berharap ayahnya, ada disitu seperti 10 tahun lalu. Duduk, dan bercerita tentang bagaimana sore berganti malam, atau bagaimana salju turun di malam natal. 10 tahun yang lalu… tahun dimana puncak kebahagiaan Taemin berada.
Rasa sakit masih bersarang dihati Taemin. Namun, ia terlalu lelah untuk menangis. Hanya ingin sedikit mengenang kebersamaannya bersama ayah yang begitu dirindukannya. Sekali lagi bersamanya.
Masih menatap dingin ayunan yang kosong dan hanya diam.
“Hey… apa kabarmu Appa?” sekali lagi berusaha tersenyum dan menyapa ayunan kosong itu. Terus membayangkan sosok ayahnya ada disitu. Sosok tegap yang sewaktu kecil memeluknya dan membelai lembut kepalanya. Sosok yang ia rindukan… Onew.. Ayah yang sangat dirindukannya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
“Taemin aku pulang duluan!” Sapa Jino ramah kepada Taemin, sebelum namja berambut cepak itu pergi meninggalkan kelas untuk pulang kerumah.
“Ne, hati-hati dijalan!”
Matahari mulai beranjak tenggelam saat Taemin akan meninggalkan sekolahnya. Ia menelusuru lorong sekolah melewati kelas-kelas yang mulai sepi karena ditinggalkan murid-muridnya pulang kerumah. Di depn gerbang sekolah ramai sekali siswa saling bercanda dan berangkulan untuk pulang kerumah bersama-sama. Perlahan, Chungdam highschool menjadi sepi karena kepulangan mereka.
Belum sempat Taemin bernjak dari pelataran sekolahnya, matanya tertambat pada sosok pria berusia 39 tahun yang berdiri tegap di pintu gerbang sekolah. Onew… ayahnya yang begitu ia rindukan. Tidak salah lagi! Menggunakan baju hangat berwarna putih dengan celana senada, terlihat begitu segar menanti kepulangan Taemin, anak semata wayangnya.
“A.. Appa?”
Taemin yang masih setengah percaya dengan apa yang ia lihat segera berlari mendatangi sosok yang ia duga sebagai ayahnya. Raganya begitu tidak sabar mendekap ayah yang begitu dirindukannya.
“Annyeong Jagoan!” ucap Onew sambil mengusap lembut rambut Taemin.
Taemin tersenyum, nampak jelas diwajahnya binaran rasa haru yang tergambar dengan jelas. Belum sempat menjawab sapaan sang ayah, Taemin langsung memeluk Onew. Mendekapnya dengan erat seolah tidak ingin sang ayah kembali ke pembaringannya semula.
“Appa? Bagaimana bisa?”
“Hehe… kondisiku sudah membaik! Dokter mengizinkanku untuk jalan-jalan sebentar. Aku ingin melihat keadaanmu. Pelayan Jung bilang, kau masuk sekolah hari ini, jadi aku datang untuk melihatmu. Apa kau sehat?”
“Ne appa, aku sehat! Lihat! Aku pakai seragam lagi! Hahaha!”
“Kau anak yang baik Taemin, Ah kajja kita pergi! Aku hanya diizinkan jalan-jalan sampai jam 8 malam!”
“Ah, kita mau kemana appa?”
“Entahlah, ayo jalan-jalan!”
Dengan wajah yang ceria dan senyum yang lebar Onew menggeret Taemin agar segera berjalan cepat mengikuti langkahnya.
Biasanya, Taemin selalu melalui jalanan ini seorang diri, hanya angin dingin yang setia menusuk kulitnya. Tapi kini, suasana terasa lebih hangat. Ayah yang amat ia rindukan sudah berada disisinya, berjalan bersamanya dan menggenggam tangannya. Persis seperti 10 tahun lalu.
Pikiran Taemin melayang menuju ingatannya akan kenangan 10 tahun lalau. Ketika itu ia masih berusia 8 tahun. Onew masih lebih muda dari saat ini, wajah Onew pun masih lebih segar dan tidak pucat, tangannya masih begitu hangat dan nyaman untuk digenggam. Taemin kecil sering memperhatikan punggung ayahnya yang tegap ketika berjalan. Ia ingat betul, betapa kagum ia dengan sosok ayahnya. Dan sepertinya, rasa kagum yang dulu memudar kini telah kembali. Tatapan sayang dimata Taemin telah pulih seperti 10 tahun lalu. Tatapan sayang yang hanya ia berikan untuk Onew, ayahnya.
Langkah kaki akhirnya menggiring mereka menuju ke sebuah taman kota tempat Taemin biasa merenung ketika merindukan ayahnya. Taman yang masih sama seperti 10 tahun lalu. Taman yang tidak pernah mereka kunjungi bersama setelah 10 tahun berlalu. Di taman ini pernah ada canda tawa yang tercipta diantara mereka.
“Appa.. kau ingat tempat ini?”
“Aku tidak akan lupa, anak tersayangku selalu merengek ingin naik ayunan ditempat ini.”
Onew segera berlari meninggalkan Taemin menuju ketempat sepasang ayunan kuning bergelayutan ditiang kokoh.
“Taemin!!! Cepat kemari! Appa akan mengayunkan ayunan ini! Duduklah disini!” ucap Onew seraya melambaikan tangan dari  belakang ayunan itu.
Dengan wajah sumringah Taemin berlarian menuju tempat Onew berada. Dengan riang dan sigap ia menduduki ayunan kuning itu.
“Baik! Sudah siap?”
“Eum!!! Aku siap!” Wajah Taemin terlihat seperti anak kecil berusia 8 tahun saat ini, digenggamnya erat rantai pengait ayunan tanda ia siap.
“Baiklah.. 1… 2… terbang!” Onew sekuat tenaga mengayunkan ayunan tersebut, dan membuat Taemin terayun tinggi bersama ayunan kuning favoritnya.
Taemin sangat senang, ia tertawa begitu kencang. Tidak pernah terbayangkan jika kejadian yang sudah lewat dari 10 tahun itu bisa terulang kembali.
“APPA!!! HAHAHHA!!! Ini terlalu kencang!! Kyaaaaa!!!” Taemin berteriak riang seperti seorang anak kecil yang diterbangkan diudara.
“Hahahaha Taemin! Berpeganganlah yang kuat!” Onew terus mengayunkan ayunan dengan sekuat tenaga, seakan berusaha menerbangkan Taemin kelangit yang paling tinggi.
Matahari hampir terbenam sore itu. Ayunan yang ditumpangi Taemin perlahan melemahkan ayunannya dan berhenti seperti semula. Seiring berhentinya ayunan itu, Onew duduk di ayunan kedua disisi sebelah kanan Taemin.
“Kau senang?” Tanya Onew.
“Senang sekali…” jawab Taemin sambil teraenyum
“Eum… berjanjilah kau akan terus hidup seperti ini…”
“Maksud Appa?”
“Kau harus hidup sebagai anak yang baik dan bahagia… berhentilah merusak dirimu sendiri… waktu itu terlalu singkat untuk kau sia-siakan Taemin..”
“Appa… apa yang kau bicara eoh? Aku tidak mengerti.”
“Tidak Temin, kau mengerti…” Onew menundukan kepalanya menyambunyikan wajah sedih yang segera ia gantikan dengan senyum terbaiknya. “Kau mengerti… hidupku sudah tidak lama lagi…” Onew tersenyum simpul sambil menatap lekat wajah Taemin.
“Tidak… appa bohong… kau bohongkan…. waktumu masih panjang… kau tidak akan mati!! Tidak!!” wajah Taemin yang ceria berubah muram. Ia mencoba menahan air mata yang keluar hingga wajahnya memerah.
“Jangan menangis…aku tahu… waktuku tidak akan lama lagi. Aku akan menyusul ibumu. Hahaha jika nanti aku bertemu dengannya, aku akan minta maaf dan mengatakan bahwa aku sangat merindukannya. Jadi Taemin… selagi sempat, ayo kita habiskan waktu bersama!” Onew tersenyum lebar memamerkan deretan gigi kelinci dan matanya yang bertambah sipit kepada Taemin.
Taemin memalingkan wajahnya dari Onew. Ia hanya memandangi tanah tempat kakinya berpijak.
“Aku membencimu…”
“Eh?”
“KAU HARUS TETAP HIDUP SAMPAI AKU MEMAAFKANMU!!!” Taemin berteriak ke arah wajah Onew sambil menangis. “Kau itu… kenapa begitu menyebalkan? Kau harus tetap hidup! Bertahanlah…”
“Taemin…”
“Bertahanlah… aku mohon bertahanlah sebentar lagi… bertahanlah hingga aku dewasa. Aku mohon… bagaimana bisa kau meninggalkanku sendiri? Kau itu ayah macam apa?! Aku mohon… bertahanlah sebentar lagi.. aku tidak mengerti bagaimana caranya menjadi dewasa… aku mohon bertahanlah… aku mohon… kau harus mendampingiku ketika aku menikah. Kau harus membantuku menjadi seorang ayah… aku mohon bertahanlah… ugh… ugh.. a…hiks… bertahanlah, aku mohon… hiks”
Taemin menutupi wajahnya yang sudah basah oleh linangan air mata.
“Taemin…”
“Aku takut menjadi dewasa. Aku tidak mengerti bagaimana caranya menjadi ayah yang baik. Apa yang harus aku lakukan jika kau meninggalkanku? Bagaimana caranya aku hidup sendiri?” Taemin terus menunduk membiarkan air matanya jatuh secara perlahan dan menyembunyikan wajahnya yang merah.
Taemin menangis dengan seluruh perasaan sedih dan bersalah dari dalam hatinya. Ia tidak ingin ayahnya pergi. Sungguh tidak ingin. Jauh didalam hati, Taemin terus mengutuki keegoisan dirinya. Diri yang terlalu egois untuk mendengarkan ayahnya bahkan untuk sekedar memaafkannya.
Tanpa Taemin sadari, sosok hangat yang lembut memeluknya dari belakang. Sosok hangat itu menghembuskan nafasnya yang nyaman dan menghangatkan pundak Taemin. Sosok yang aromanya sangat Taemin kenal ini… tidaklain adalah Onew… sosok ayah yang begitu dikasihinya.
“Tanpa kau sadari, kau sudah tumbuh dewasa jagoan kecil!” ucap Onew.
“Eh?”
“Kau sudah tumbuh dewasa mebihi apa yang kau perkirakan…”
“Tidak…”
“Aku tahu kau sudah bertambah dewasa Taemin…Karena aku adalah ayahmu..”
“…”
“Waktu akan terus berganti… kelak kau akan menjadi seorang ayah. Iya kan? Tidak perlu cemas. Menjadi ayah adalah sebuah naluri. Yang kau perlukan hanya cinta dan nurani. Kelak.. kau akan mengerti cara menjadi ayah yang baik, karena nalurimu untuk mencintai darah dagingmu sendiri akan tumbuh perlahan. Tidak perlu khawatir, cukup ikuti kata hatimu.. kemudian naluri akan bertindak dan membentukmu jadi ayah hebat.”
“Appa…”
“Tidak perlu takut.. waktu akan terus berjalan, manusia akan bertambah tua.. jagoan kecil perlahan akan tumbuh menjadi pahlawan hebat dan menghasilkan jagoan kecil yang lain.”
“….”
“Aku pernah menjadi bajingan brengsek yang egois. tapi setelah kau lahir, semuanya berubah. Kau adalah kado terindah untukku, Taemin!”
Air mata Taemin menjadi semakin deras. Dalam dekapan Onew, Taemin terus menangis seperti 18 tahun lalu seperti Taemin kecil yang baru dilahirkan. Onew terus teresenyum mendekap erat jagoan kecil kesayangannya. Mengecup lembut puncak kepala Taemin dan terus membisikan kata ‘Aku mencintaimu anakku..’
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Jam perak yang melingkar manis ditangan Taemin menunjukan pukul 8 malam. Inilah batas waktu yang diizinkan dokter untuk Onew dapat bertemu dengan dirinya.
Taemin menggenggam tangan sang ayah dengan lembut dan beriringan mengantarnya menuju rumah sakit tempat Onew dirawat.
Sesampainya dikamar rawat lantai 5 tersebut, Taemin membantu Onew menggantikan pakaiannya, dan para dokter serta 2 orang perawat kembali memasangkan alat infus yang seharusnya masih Onew habiskan dosisnya.
Setelah dokter dan dua orang perawat itu keluar, Taemin terus memandangi wajah sang ayah yang tersenyum dan berbaring. Diusapnya lembut kepala Onew dengan sentuhan penuh kasih seorang anak yang begitu menyayangi ayahnya. Taemin tersenyum, dia bangga dengan kesungguhan niat ayahnya untuk menemui anak yang paling ia cintai walaupun dalam kondisi yang tidak baik.
Sudah tidak ada lagi dendam yang tersisa dihati Taemin, hanya perasaan cinta yang tulus untuk sang ayah.
“Pulanglah Taemin.” Ucapa Onew pelan sambil masih tersenyum.
“Tidak Appa. Aku masih ingin disini. Biarkan aku menemanimu hingga besok.”
Onew hanya tersenyum dan tidak bisa menolak keinginan anak semata wayangnya itu.
“Aku ingin mendengarkan radio.” Ucap Taemin sambil meraih radio kecil berbentuk persegi panjang berwarna hitam dari meja rumah sakit yang terletak disebelah tempat ia duduk.
Iringan lagu nan merdu dan damai mengalun indah dari radio yang dinyalakan Taemin. Lagu yang begitu lembut dan mengalunkan irama yang membuai para pendengarnya.
Beberapa lagu lembut yang mengiringi malam terlantun indah dari radio hitam tersebut, lagu-lagu indah yang membuai telinga para pendengarnya dan berhasil mengantarkan Taemin terlelap dalam buaian mimpi indahnya.
Sejenak, lagu lembut itu berhenti dan hanya menyiarkan suara perempuan muda yang bertindak sebagai pembawa acara di stasiun radio tersebut. Onew mengusap lembut kepala Taemin dengan penuh rasa sayang. Ia tersenyum seolah tidak menyangka bahwa putra kecilnya kini beranjak dewasa. Samar-samar ia mendengarkan suara perempuan muda dari dalam radio hitam itu.
“Baiklah pendengar, selanjutnya saya akan memutarkan sebuah lagu berjudul Father and Son yang dibawakan oleh Ronan Keating. Lagu ini merupakan permintaan dari seorang pendengar bernama Lee Taemin. Taemin-ssi ingin mempersembahkan lagu ini untuk ayahnya. Dan dia menuliskan beberapa kalimat untuk sang ayah. Semoga ayah dari Taemin-ssi mendengarkan siaran kami hari ini. Baiklah, pesan yang dituliskan Taemin-ssi adalah… ‘Ayah, terimakasih… terimakasih karena telah mencintaiku. Terima kasih karena telah mencemaskanku. Dan Terima kasih karena telah menangis untukku. Hanya hal buruk yang aku bawa kedalam hidupmu.. maafkan aku ayah, maafkan aku.. kau selalu mengatakan bahwa aku adalah jagoan kecilmu.. tapi sebenarnya, aku adalah bajingan nomer satu. Tapi… tidak peduli sebetapa brengseknya aku, kau selalu mencintaiku. Maafkan aku ayah, aku terlalu egois untuk sekedar mendengarkanmu… tapi, jauh didalam hatiku. Aku sangat mencintaimu… Aku mohon tetaplah hidup.. aku akan menjadi anak yang baik.. kumohon.. tepalah hidup untukku…’ ah… baiklah Taemin-ssi. Aku percatya bahwa ayahmu telah memaafkanmu. Dan untuk sang ayah, dengarkanlah lagu persembahan dari anakmu… dia begitu mencintaimu. Ini adalah sebuah lagu, persembahan dari Lee Taemin untuk sang ayah…”
            Lagu yang begitu menyentuh teralun lembut dari radio. Lagu yang mengiringi isakan tangis Onew malam itu. Lagu yang mengungkapkan perasaan seorang Lee Taemin. Pemuda yang begitu mencintai ayahnya namun terlalu egois untuk sekedar mendengarkan sang ayah. Lagu ungkapan penyesalan hati Taemin… Lagu untuk ayah tercintanya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sinar matahari lembut yang menembus melalui jendela kamar rawat menerpa wajah Taemin. Rasa hangat yang dibawa oleh sinaran matahari tersebut mampu membangunkan Taemin dari tidur lelapnya. Perlahan Taemin membuka matanya dan mengerjapkannya sebentar mencoba memperjelas pandangannya yang kabur.
Ditatapnya sekeliling kamar inap mencoba memulihkan dirinya dari sisa-sisa buaian mimpi malam yang indah. Berdasarkan jam dinding yang dilihatnya, ia tahu bahwa sekarang sudah pukul 9 pagi, itu artinya dokter beserta beberapa perawatnya akan segera datang untuk memeriksa keadaan ayahnya.
Suara dengungan yang panjang tiba-tiba menyita perhatiannya. Suara yang berasal dari monitor electrocardiogram, sebuah alat yang tersambung kepasien untuk mengetahui grafik detak jantungnya. Taemin segera berjalan ke arah monitor electrocardiogram yang terletak disebelah kiri tempat ayahnya berbaring.
Taemin hanya berdiri mematung dengan ekspresi yang datar begitu melihat garis horizontal tanpa ada pergerakan gelombang sedikitpun terpampang pada monitor tersebut. Ia sama sekali tidak menangis atau panik, ia masih tetap berdiri tenang.
Taemin memalingkan wajahnya kepada sang ayah yang tertidur begitu lelap dan damai. Senyum manis segera tersungging dibibir mungilnya. Diusapnya lembut puncak kepala Onew.
“Selamat pagi, Appa.”
Taemin segera berjalan menuju meja yang terletak didepan kasur pasien. Taemin mulai sibuk membuka buket bunga mawar merah yang terletak disana. Diambilnya vas dari atas meja, menggerakan kakinya menuju kamar mandi dan mengisi vas tersebut dengan air yang cukup. Kemudian, Taemin mengisikan vas itu dengan beberapa tangkai bunga mawar merah yang segar dari buket bunga yang ia dapat.
“Appa. Hari ini aku tidak sekolah. setelah kau bangun dari tidur, aku ingin kita berjalan-jalan dan menghabiskan hari ini bersama-sama. Aku ingin mengajakmu ke taman bermain, menonton film dibioskop, dan makan pizza yang enak. Setelah itu kita akan pergi beli ice cream bersama dan bermain ayunan lagi seperti kemarin. Kau mau kan? Ah, kita harus banyak menghabiskan waktu bersama! Karena, aku sangat merindukanmu.” Taemin hanya bergumam sendiri sambil terus merapikan bunga pada vas.
Taemin tahu, ayahnya tidak mungkin menjawab permintaannya, menyapanya, atau sekedar menatapnya lagi. Ia hanya ingin mencoba menghibur diri dan berpura-pura bahwa sang ayah hanya tertidur dan akan segera sembuh tidak lama lagi.
Wajah Taemin yang datar dipaksa untuk tersenyum. Seberapa pun ia berusaha untuk terlihat bahagia, tetap saja air mata itu keluar dari mata indahnya dan terus mengalir membentuk sungai kecil diwajahnya. Ia masih tidak membalikan badan untuk menatap ayahnya yang berbaring. Taemin mencoba menghalau airmata keluar lebih banyak lagi. Di alihkannya pandangan menuju langit-langit ruangan, mencoba menahan air mata yang akan segera terjatuh lagi. Ia menarik napas dalam-dalam mencoba menghilangkan sesak yang akan segera mencekiknya.
“Hah… baiklah. Aku rasa, hari ini kau harus banyak tidur Appa.. tidurlah yang lelap, agar kau cepat sembuh.”
Taemin segera berjalan membuka pintu kamar rawat dan menutupnya kembali secara perlahan. Ekspresinya masih begitu datar, sama sekali tidak menampakan kesedihan yang mendalam. Hanya diam dan tidak mengucapkan apapun.
Dilihatnya seorang dokter beserta 5 orang pasukan perawat laki-laki, berjalan menuju tempat ia berdiri. Ini rutin dilakukan dipagi hari. Hanya untuk sekedar mengecek kesehatan pasien dipagi hari.
“Ah selanjutnya ruangan Tuan Lee.” Ucap dokter yang berjalan paling depan.
Tidak butuh waktu lama, segerombolan pasukan dokter beserta perawat itu segera datang menghampiri Taemin.
“Ah, Taemin-ssi. Bolehkah kami masuk dan memeriksa keadaan ayahmu eum?” tanya dokter.
“Tidak.”
“Eh?”
“Appa sedang tidur! Kau tidak boleh mengganggunya! Ia butuh banyak istirahat agar cepat sembih. Pergilah, jangan ganggu Appaku.”
Dokter yang merasa janggal dengan perilaku Taemin segera memaksa masuk, seorang perawat menahan tubuh Taemin agar sang dokter beserta perawat lain dapat masuk ke ruang rawat. Taemin terus meronta-ronta dan mencoba menahan mereka agar tidak masuk ke ruang inap ayahnya.
“JANGAN!! KALIAN TIDAK BOLEH MENGGANGGU APPAKU! TIDAK!! JANGAN BAWA PERGI APPAKU! KELUAR!!!”
Taemin meraung-raung di tahanan perawat yang menghalaunya. Air mata kembali keluar dari pelupuk mata indahnya. Ia menangis sambil terus meraung dengan sangat kencang.
“HENTIKAN! LEPASKAN AKU! JANGAN GANGGU APPAKU! KALIAN TIDAK BOLEH MEMBAWANYA PERGI!!! APPA! APPA!!! KALIAN TIDAK BOLEH MEMBAWANYA!! KALIAN TIDAK BOLEH MENGGANGGUNYA! IA SEDANG TIDUR!!! APPA!!!”
Taemin terus menangis dan meraung di depan pintu kamar rawat. Namun tidak ada satu setan atau malaikat pun yang dapat menghentikan jalannya takdir. Taemin harus menerima semuanya. Menerima kenyataan bahwa ayahnya telah tiada, meninggalkan Taemin seorang diri untuk selamanya.
Seberapa kuat pun Taemin menangis, Tuhan tetap tidak akan menghidupkan kembali Onew. Ia telah memulai tidur panjangnya. Dan Taemin harus menerima semua itu.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hari ini, jasad Onew dimakamkan, Taemin sengaja tidak menghadiri pemakaman ayahnya. Hatinya terlalu sakit dan sulit menerima kepergian sang ayah. Dengan pakaian serba hitam, Taemin di ayunan taman sore itu membuka diary usang milik Onew, tepat dihalam yang terakhir.
“14 Februari 2011
Kanker perut… Itu yang dokter katakan padaku. Aku terlalu sibuk dengan kewajibanku, hingga kanker stadium akhir itu menggerogoti tubuhku. Ah, apa yang harus aku perbuat sekarang? Taemin, dialah yang pertama aku pikirkan saat dokter memvonisku. Apa yang dapat aku perbuat untuknya?Jika kelak dia harus tumbuh tanpa orang tua, apa yang akan dia rasakan? Hidup pasti akan lebih menyedihkan untuknya… Taemin.. aku tidak akan sempat mendampingimu hingga bertambah dewasa. Aku tidak akan datang saat kau menggunakan jas rapi, dan berjalan diatas altar bersama pengantin wanitamu. Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Taemin, seperti apa hidup dimatamu? Apakah menyedihkan? Lalu setelah aku mati, hidup seperti apa yang akan kau hadapi? Taemin, aku mungkin bukanlah ayah terbaik untukmu. Tapi percayalah aku sangat mencintaimu. Aku sangat berterima kasih kepada Tuhan karena memberikanmu sebagai kado terindah dalam hidupku. Banyak sekali yang belum sempat aku katakan padamu. Maafkan aku anakku… maafkan aku…
Taemin… seorang jagoan kecil, kelak akan tumbuh dewasa, dan menjadi pahlawan super untuk keluarganya, setelah itu akan lahir lagi jagoan kecil baru yang akan menggantikannya. Dan itu akan terjadi pada dirimu. Jagoan kecil, kelak kau akan tumbuh menjadi pahlwan bagi keluarga kecilmu, tidak usah takut jika aku tidak lagi mendampingimu… Selama jantungmu masih berdetak, selama itu pula aku ada dihatimu. Jagon kecil, ah bukan… sekarang kau sudah dewasa! ‘-‘ Tumbuhlah dengan caramu, aku tahu kau bisa! ^^ aku akan terus mengawasimu. ~^^~”

Air mata tak henti-hentinya turun membasahi wajah Taemin. Ia memeluk diary itu dengan sangat erat, menggantikan pelukan hangat sang ayah yang tidak dapat lagi ia rasakan. Hari itu ia bertambah sadar akan satu hal. Dia adalah Lee Taemin, jagoan kecil yang selalu mencintai ayahnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
“Appa, benarkah batu yang keras dapat menjadi cekung karena tetesan air?”
“Tentu saja! Sama seperti cinta, dapat merubah orang yang kasar menjadi lebih lembut.”
-THE END-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar